Dalam konteks Islam, dalam hidup yang sebentar ini mestinya diisi dengan
investasi atau menabung amal saleh. Kita mesti ingat, Ad-Dunyaa mazra’atu
al-aakhirati atau dunia adalah ladang akhirat. Siapa menanam kebaikan,
niscaya menuai kebaikan.
Siapa menanam keburukan, niscaya menuai keburukan. Bahkan, bukan sekadar
itu. Siapa menanam banyak, niscaya menuai banyak. Siapa menanam sedikit,
niscaya menuai sedikit. Lalu, bagaimana?
Semua kita akan dihadirkan atau dikumpulkan pada saat perhitungan amal.
Saat itu semua amal manusia akan diaudit secermat-cermatnya.
Allah SWT berfirman, "Barang siapa mengerjakan kebaikan seberat
zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya. Dan barang siapa yang
mengerjakan kejahatan sebesar zarrah pun, niscaya dia akan melihat
(balasan)-nya pula.’’ (QS az-Zalzalah [99] : 7 – 8).
Semua orang beriman tidak meragukan akan terjadinya peristiwa ini.
Peristiwa ini niscaya adanya. Dalam berbagai referensi ditemukan sejumlah
sinonim Hari Kiamat di antaranya Hari Perhitungan (Yaum al-Hisaab), Hari
Pembalasan (Yaum al-Jazaa), dan Hari Penyesalan (Yaum al-Hasrah).
Menyangkut hari perhitungan amal dan hari pembalasan amal kiranya sudah
cukup jelas. Karena itu, tidak perlu dijelaskan (lagi) dalam rubrik ini. Namun,
menyangkut hari penyesalan saya kira masih diperlukan.
Diriwayatkan pada Yaum al-Hasrah, semua orang tak terkecuali yang
di dunianya gemar beramal baik akan merasa menyesal. Mereka menyesal
karena amal baiknya ternyata kurang banyak.
Laksana orang yang gemar menabung, mereka bisa saja menyesal kalau
ternyata tabungannya kurang banyak. Apalagi orang yang sama sekali tidak pernah
beramal baik dan menyaksikan azab neraka telah tampak nyata di hadapannya.
Rimbo ulu, Susanto (GCST)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar