Dikisahkan, Abu Bakar Ash
Sidik pernah memasukkan ujung jarinya ke tenggorokan agar makanan yang sudah
terlanjur ia telan, bisa keluar lagi begitu ia mengetahui makanan pemberian
pelayannya itu adalah hasil dari usahanya menjampi seeorang di masa
jahiliyah. Sambil terus berusaha
megeluarkan makanan dalam perutnya ia berkata, ''Seandainya makanan ini
tidak bisa keluar kecuali dengan mengeluarkan nyawaku, sungguh aku akan
melakukannya.”
Begitulah Abu Bakar,
sahabat sekaligus mertua dari Rasulullah SAW ini sangat besar perhatiannya
dalam menjaga agar sesuatu yang haram tidak masuk ke dalam tubuhnya. Sekecil
apapun makanan, ketika masuk ke dalam tubuh seseorang, akan berpengaruh besar
bagi kehidupan orang tersebut. Makanan halal akan memberi pengaruh baik, sedang
makanan haram akan mendatangkan pengaruh yang buruk.
Dari Ibnu Abas RA.
Diriwayatkan bahwa Sa’ad Abi Waqqash pernah berkata, “Ya Rasulullah, do’akan
kepada Allah agar aku senantiasa menjadi orang yang dikabulkan do’anya oleh
Allah SWT.''
Rasulullah pun bersabda, “wahai
Sa’ad perbaikilah makananmu (makanlah yang halal) niscaya engkau akan menjadi
orang yang selalu dikabulkan do’anya. Dan demi jiwaku yang ada di tangan-Nya.
Sungguh jika ada seseorang yang memasukkan makanan haram ke dalam perutnya,
tidak akan diterima amalnya selama 40 hari, dan seorang hamba yang dagingnya
tumbuh dari hasil menipu dan riba, maka neraka lebih layak baginya.” (HR.
Ath-Thabrani).
Rasulullah SAW pernah
menceritakan tentang seorang laki-laki yang habis menempuh perjalanan jauh,
sehingga rambutnya kusut dan berdebu. Orang itu lalu mengangkat kedua tangannya
ke langit seraya berdo’a, “wahai Tuhanku, wahai Tuhanku.”
Padahal makanannya dari
barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram, dan
diberi makan dari yang haram, maka bagaimanakah Allah akan mengabulkan do’anya
yang demikian. (H.R. Muslim).
Dari hadits di atas
dijelaskan, ketika seorang mengonsumsi makanan haram, baik haram karena zatnya
ataupun haram disebabkan karena cara mendapatkannya, maka akan mengakibatkan, pertama;
do’anya tidak akan pernah dikabulkan Allah SWT. Kedua, amal kebaikannya
tidak akan diterima, dan ketiga, di akherat akan ditempatkan dalam
neraka.
Betapa besar resiko yang
diakibatkan dari makanan yang haram, maka sudah seharusnya seorang muslim
memperhatikan setiap makanan yang hendak dimakan, menjaga diri dan keluarga
dari makanan haram, tidak memberi nafkah kecuali dari hasil nafkah yang halal.
Diriwayatkan dari Umar bin
Khattab, ia berkata, “Ketika Perang Khaibar, para sahabat Nabi melihat para
korban dan mereka berkata, “fulan syahid, fulan syahid,” hingga sampailah
ketika mereka melewati seseorang, kata mereka “si fulan ini pasti syahid” hal
itu disaksikan oleh Nabi, maka beliau bersabda “tidak, sungguh aku melihat dia
dalam neraka gara-gara kain burdah yang ia ghulul. (HR. Muslim).
Nah,
jika dikarenakan mengambil sesuatu yang belum menjadi haknya seorang mujahid
yang gugur di medan perang saja pahalanya terganjal dan harus masuk neraka,
padahal jihad merupakan puncaknya sebuah amal, lantas bagaimana dengan
amalan-amalan lainnya jika pelakunya masih mengonsumsi, mengambil dan menerima
sesuatu yang haram. Wallahu A’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar