Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatu
saya yakin dan percaya banyak dari umat Islam yang sudah mengenal tokoh Islam Syeh Abdul Qodir Al Jaelani ini, artikel ini saya posting sebagai pengingat terutama diri saya pribadi agar tetap ingat bahwa ada peran para kekasih Allah dalam perjalanan Islam di dunia ini. semoga menjadi sarana penumbuh semangat Iman dan Islam saya dan juga pembaca nantinya.
Abdul Qadir Jaelani atau Abd
al-Qadir al-Gilani (bahasa Kurdi: Evdilqadirê
Geylanî, bahasa Urdu: عبد القادر آملی گیلانی Abdolqāder Gilāni) (470–561 H) (1077–1166 M)
adalah seorang ulama fiqih yang sangat dihormati oleh Sunni dan dianggap wali dalam dunia tarekat dan sufisme. Ia lahir pada
hari Rabu tanggal 1 Ramadan di 470 H, 1077 M selatan Laut Kaspia yang sekarang
menjadi Provinsi
Mazandaran di Iran. Ia wafat pada hari Sabtu malam,
setelah magrib, pada tanggal 9 Rabiul akhir di daerah Babul
Azajwafat di Baghdad pada 561 H/1166 M. Ia adalah orang Kurdi atau orang Persia. Syekh Abdul
Qadir dianggap wali dan diadakan di penghormatan besar oleh kaum Muslim dari anak benua India. Di antara
pengikut di Pakistan dan India, ia juga dikenal sebagai Ghaus-e-Azam.
Transliterasi
Nama Abdul Qadir
Jaelani juga dilafalkan Abdulqadir Gaylani, Abdelkader, Abdul Qadir, Abdul
Khadir - Jilani, Jeelani, Gailani, Gillani, Gilani, Al Gilani, Keilany.
Genealogi
Ibnul Imad
menyebutkan bahwa nama lengkap syekh ini adalah Abdul Qadir bin Abi Sholeh bin
Janaky Dausat bin Abi Abdillah Abdullah bin Yahya bin Muhammad bin Dawud bin
Musa bin Abdullah bin Musa Al-Huzy bin Abdullah Al-Himsh bin Al-Hasan
Al-Mutsanna bin Al-Hasan bin Ali bin Abi Tholib Al-Jailany. Ada dua riwayat
sehubungan dengan tanggal kelahiran al-Ghauts al_A'zham Syekh Abdul Qodir
al-Jilani Amoli. Riwayat pertama yaitu bahwa ia lahir pada 1 Ramadhan 470 H. Riwayat kedua menyatakan Ia
lahir pada 2 Ramadhan 470 H. Tampaknya riwayat kedua lebih
dipercaya oleh ulama. Silsilah Syekh Abdul Qodir
bersumber dari Khalifah Sayyid Ali al-Murtadha, melalui ayahnya
sepanjang 14 generasi dan melaui ibunya sepanjang 12 generasi. Syekh Sayyid Abdurrahman Jami memberikan
komentar mengenai asal usul al-Ghauts al-A'zham sebagi berikut: "Ia adalah
seorang Sultan yang agung, yang dikenal sebagial-Ghauts al-A'zham. Ia mendapat
gelar sayyid dari silsilah kedua orang tuanya, Hasani dari sang ayah dan
Husaini dari sang ibu". Silsilah Keluarganya adalah Sebagai berikut: Dari
Ayahnya(Hasani):
Syeh Abdul Qodir
bin Abu Shalih bin Abu Abdillah bin Yahya az-Zahid bin Muhammad Al Akbar bin Dawud bin Musa At-tsani bin Abdullah Tsani bin Musa al-Jaun bin Abdullah Mahdhi bin Hasan
al-Mutsanna bin Hasan as-Sibthi bin Ali bin
Abi Thalib, Suami Fatimah binti Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wassalam
Dari
ibunya(Husaini): Syeh Abdul Qodir bin Ummul Khair Fathimah binti Abdullah 'Atha
bin Mahmud bin Kamaluddin Isa bin Abi Jamaluddin bin Abdullah Sami' Az-Zahid
bin Abu Ala'uddin (ﻋﻼﺀﺍﻟﺪﻳﻦﺍﻟﺠﻭﺍﺩ) bin Ali Ridha bin Musa al-Kazhim bin Ja'far al-Shadiq bin Muhammad
al-Baqir bin Zainal
'Abidin bin Husain bin Ali bin
Abi Thalib, Suami Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah Shallallahu
'alaihi Wassalam
Biografi
Masa Muda
Dalam usia 18 tahun ia sudah meninggalkan Jilan menuju
Baghdad pada tahun 488 H/1095 M. Karena tidak
diterima belajar di Madrasah Nizhamiyah Baghdad, yang waktu itu dipimpin Ahmad al Ghazali, yang menggantikan saudaranya Abu Hamid al Ghazali. Di Baghdad dia belajar kepada beberapa orang ulama seperti Ibnu Aqil, Abul Khatthat, Abul Husein al Farra' dan juga Abu Sa'ad al Muharrimiseim. Dia menimba ilmu pada ulama-ulama tersebut hingga mampu
menguasai ilmu-ilmu ushul dan juga perbedaan-perbedaan
pendapat para ulama. Dengan kemampuan itu, Abu Sa'ad al Mukharrimi yang
membangun sekolah kecil-kecilan di daerah Babul Azaj menyerahkan pengelolaan
sekolah itu sepenuhnya kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani. Ia mengelola sekolah
ini dengan sungguh-sungguh. Bermukim di sana sambil memberikan nasihat kepada
orang-orang di sekitar sekolah tersebut. Banyak orang yang bertaubat setelah
mendengar nasihat dia. Banyak pula orang yang bersimpati kepada dia, lalu
datang menimba ilmu di sekolah dia hingga sekolah itu tidak mampu menampung
lagi.
Murid
Murid-muridnya
banyak yang menjadi ulama terkenal, seperti al Hafidz Abdul Ghani yang menyusun
kitab Umdatul Ahkam Fi Kalami Khairil Anam, Syeikh Qudamah, penyusun kitab
fiqih terkenal al Mughni.
Perkataan Ulama tentangnya
Syeikh Ibnu Qudamah sempat tinggal
bersama dia selama satu bulan sembilan hari. Kesempatan ini digunakan untuk
belajar kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani sampai dia meninggal dunia. Syeikh Ibnu Qudamah ketika ditanya tentang
Syeikh Abdul Qadir menjawab, "Kami sempat berjumpa dengan dia di akhir
masa kehidupannya. Ia menempatkan kami di sekolahnya. Ia sangat perhatian
terhadap kami. Kadang dia mengutus putra dia yang bernama Yahya untuk
menyalakan lampu buat kami. Ia
senantiasa menjadi imam dalam salat fardhu."
Karya
Imam Ibnu Rajab
juga berkata, "Syeikh Abdul Qadir al Jailani Rahimahullah memiliki
pemahaman yang bagus dalam masalah tauhid, sifat-sifat Allah, takdir, dan ilmu-ilmu ma'rifat yang sesuai dengan sunnah."
Karya karyanya:
- Tafsir Al
Jilani
- al
Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq,
- Futuhul
Ghaib.
- Al-Fath
ar-Rabbani
- Jala'
al-Khawathir
- Sirr
al-Asrar
- Asror Al
Asror
- Malfuzhat
- Khamsata
"Asyara Maktuban
- Ar Rasael
- Ad Diwaan
- Sholawat
wal Aurod
- Yawaqitul
Hikam
- Jalaa al
khotir
- Amrul
muhkam
- Usul as
Sabaa
- Mukhtasar
ulumuddin
Awal Kemasyhuran
Al-Jaba'i berkata
bahwa Syeikh Abdul Qadir pernah berkata kepadanya, "Tidur dan bangunku
sudah diatur. Pada suatu saat dalam dadaku timbul keinginan yang kuat untuk
berbicara. Begitu kuatnya sampai aku merasa tercekik jika tidak berbicara. Dan
ketika berbicara, aku tidak dapat menghentikannya. Pada saat itu ada dua atau
tiga orang yang mendengarkan perkataanku. Kemudian mereka mengabarkan apa yang
aku ucapkan kepada orang-orang, dan merekapun berduyun-duyun mendatangiku di masjid Bab Al-Halbah.
Karena tidak memungkinkan lagi, aku dipindahkan ke tengah kota dan dikelilingi
dengan lampu. Orang-orang tetap datang di malam hari dengan membawa lilin dan obor hingga memenuhi tempat tersebut. Kemudian, aku dibawa ke
luar kota dan ditempatkan di sebuah mushola. Namun, orang-orang tetap datang
kepadaku, dengan mengendarai kuda, unta bahkan keledai dan menempati tempat di
sekelilingku. Saat itu hadir sekitar 70 orang para wali radhiallahu 'anhum.
Dalam beberapa manuskrip
didapatkan bahwa Syeikh Abdul Qadir berkata, "Sebuah suara berkata
kepadaku saat aku berada di pengasingan diri, "kembali ke Baghdad dan
ceramahilah orang-orang". Aku pun ke Baghdad dan menemukan para
penduduknya dalam kondisi yang tidak aku sukai dan karena itulah aku tidak jadi
mengikuti mereka". "Sesungguhnya" kata suara tersebut,
"Mereka akan mendapatkan manfaat dari keberadaan dirimu". "Apa
hubungan mereka dengan keselamatan agamaku/keyakinanku" tanyaku. "Kembali
(ke Baghdad) dan engkau akan
mendapatkan keselamatan agamamu" jawab suara itu. Aku pun membuat 70
perjanjian dengan Allah. Di antaranya adalah tidak ada seorang pun yang
menentangku dan tidak ada seorang muridku yang meninggal kecuali dalam keadaan
bertaubat. Setelah itu, aku kembali ke Baghdad dan mulai berceramah.
Hubungan Guru & Murid
- Syeikh
Abdul Qadir berkata, "Seorang Syeikh tidak dapat dikatakan mencapai
puncak spiritual kecuali apabila 12 karakter berikut ini telah mendarah
daging dalam dirinya.
- Dua
karakter dari Allah yaitu dia menjadi seorang yang sattar (menutup
aib) dan ghaffar (pemaaf).
- Dua
karakter dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wassalam yaitu penyayang dan
lembut.
- Dua
karakter dari Abu Bakar yaitu jujur dan dapat dipercaya.
- Dua
karakter dari Umar yaitu amar ma'ruf nahi
munkar.
- Dua
karakter dari Utsman yaitu dermawan dan bangun (tahajjud) pada waktu orang lain sedang tidur.
- Dua
karakter dari Ali yaitu alim (cerdas/intelek) dan
pemberani.
Pada tahun 521 H/1127 M, dia mengajar
dan berfatwa dalam semua madzhab pada masyarakat sampai dikenal masyarakat
luas. Selama 25 tahun Syeikh Abdul Qadir menghabiskan waktunya sebagai
pengembara sufi di Padang Pasir Iraq dan akhirnya
dikenal oleh dunia sebagai tokoh sufi besar dunia Islam. Selain itu dia memimpin madrasah
dan ribath di Baghdad yang didirikan sejak 521 H sampai wafatnya pada tahun 561
H. Madrasah itu tetap
bertahan dengan dipimpin anaknya Abdul Wahab (552-593 H/1151-1196 M),
diteruskan anaknya Abdul Salam (611 H/1214 M). Juga dipimpin anak kedua Syeikh
Abdul Qadir, Abdul Razaq (528-603 H/1134-1206 M), sampai hancurnya Baghdad pada tahun 656
H/1258 M.
Kontroversi
al-Muqri' Abul Hasan asy-Syathnufi
Syeikh Abdul
Qadir al Jailani adalah seorang yang diagungkan pada masanya. Diagungkan oleh
para syeikh, ulama, dan ahli zuhud. Ia banyak memiliki keutamaan dan karamah.
Tetapi, ada seorang yang bernama al-Muqri' Abul Hasan asy-Syathnufi al-Mishri
(nama lengkapnya adalah Ali bin Yusuf bin Jarir al Lakhmi asy Syathnufi) yang
mengumpulkan kisah-kisah dan keutamaan-keutamaan Syeikh Abdul Qadir al Jailani
dalam tiga jilid kitab. Judul asli Kiab itu cukup panjang, yaitu Bahjatu
Al-Asraar wa Ma’dinu Al-Anwar fi Ba’di Manaqib Al-Quthb Ar-Rabbani Abdul Qadir
jailani. Al Muqri' lahir di Kairo tahun 640 H, meninggal tahun 713 H.
Dia dituduh berdusta dan tidak bertemu dengan Syeikh Abdul Qadir al Jailani. Dia
telah menulis perkara-perkara yang aneh dan besar (kebohongannya).
Imam Adz-Dzahabi
Sam'ani berkata,
"Syeikh Abdul Qadir Al Jailani adalah penduduk kota Jailan. Ia seorang
Imam bermadzhab Hambali. Menjadi guru
besar madzhab ini pada masa hidup dia." Imam Adz Dzahabi menyebutkan
biografi Syeikh Abdul Qadir Al Jailani dalam Siyar A'lamin Nubala, dan
menukilkan perkataan Syeikh sebagai berikut, "Lebih dari lima ratus orang
masuk Islam lewat tanganku, dan lebih dari seratus ribu orang telah
bertaubat." Imam Adz Dzahabi menukilkan perkataan-perkataan dan
perbuatan-perbuatan Syeikh Abdul Qadir yang aneh-aneh sehingga memberikan kesan
seakan-akan dia mengetahui hal-hal yang ghaib. Kemudian mengakhiri perkataan,
"Intinya Syeikh Abdul Qadir memiliki kedudukan yang agung, tetapi terdapat
kritikan-kritikan terhadap sebagian perkataannya dan Allah menjanjikan (ampunan
atas kesalahan-kesalahan orang beriman). Namun sebagian perkataannya merupakan
kedustaan atas namanya."[10] Imam Adz Dzahabi
juga berkata, " Tidak ada seorangpun para kibar masyayikh yang riwayat
hidup dan karamahnya lebih banyak kisah hikayat, selain Syeikh Abdul Qadir Al
Jailani, dan banyak di antara riwayat-riwayat itu yang tidak benar bahkan ada
yang mustahil terjadi".
Syeikh Rabi' bin
Hadi Al Madkhali berkata dalam kitabnya, Al Haddul Fashil,hal.136, "Aku
telah mendapatkan aqidahnya di dalam kitabnya yang bernama Al Ghunyah. (Lihat
kitab Al-Ghunyah I/83-94) Maka aku mengetahui bahwa dia sebagai seorang Salafi. Ia menetapkan
nama-nama dan sifat-sifat Allah dan aqidah-aqidah lainnya di atas manhaj Salaf.
Ia juga membantah kelompok-kelompok Syi'ah, Rafidhah, Jahmiyyah, Jabariyyah,
Salimiyah, dan kelompok lainnya dengan manhaj Salaf."
Ibnu Rajab Al-Hambali
Dalam
mengomentari kitab kontroversial di atas, Ibnu Rajab Al-Hambali menegaskan:
"Cukuplah seorang itu berdusta, jika dia menceritakan yang dia
dengar", demikian kata Imam Ibnu Rajab. "Aku telah melihat sebagian
kitab ini, tetapi hatiku tidak tentram untuk berpegang dengannya, sehingga aku
tidak meriwayatkan apa yang ada di dalamnya. Kecuali kisah-kisah yang telah
masyhur dan terkenal dari selain kitab ini. Karena kitab ini banyak berisi
riwayat dari orang-orang yang tidak dikenal. Juga terdapat perkara-perkara yang
jauh dari agama dan akal, kesesatan-kesesatan, dakwaan-dakwaan dan perkataan yang batil tidak berbatas, seperti kisah Syeikh Abdul Qadir
menghidupkan ayam yang telah mati, dan sebagainya.
Semua itu tidak pantas dinisbatkan kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani
rahimahullah." Kemudian didapatkan pula bahwa al Kamal Ja'far al Adfwi
(nama lengkapnya Ja'far bin Tsa'lab bin Ja'far bin Ali bin Muthahhar bin Naufal
al Adfawi), seorang ulama bermadzhab Syafi'i. Ia dilahirkan pada pertengahan
bulan Sya'ban tahun 685 H dan
wafat tahun 748 H di Kairo. Biografi dia dimuat oleh al Hafidz di dalam kitab Ad
Durarul Kaminah, biografi nomor 1452. al Kamal menyebutkan bahwa
asy-Syathnufi sendiri tertuduh berdusta atas kisah-kisah yang diriwayatkannya
dalam kitab ini. Subhanallah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar