Syeh Ahmad
Mutamakin adalah seorang yang disegani serta berpandangan jauh, salah satu
tokoh yang berjasa besar dalam penyebaran Agama Islam di Utara Pulau Jawa
terkhusus wilayah Pati. Beliau juga seorang yang arif dan bijaksana. ia pernah
mencari ilmu sampai ke negeri – negeri Arab selama bertahun-tahun. belajar
ilmu-ilmu dibidang Syariat, selanjutnya belajar Thoriqoh menurut dorongan
hatinya, sebagai landasan hidupnya.
Dalam
perjalanannya mencari ilmu itu, beliau mendapat seorang guru besar bernama
Syaikh Zain Al- Yamani. Setelah beberapa lama berguru, beliau mendapat
pengesahan resmi dari guru besar tersebut, ia mohon pamit pulang ke Jawa pulang
untuk segera mengamalkan ilmu-ilmu yang diperolehnya.
Beliau melanjutkan
perjalanan sampai ke Desa Cebolek untuk menyebarkan Agama Islam sampai
kepedalaman, beliau memasuki wilayah baru. Dan bertemu dengan
H. Syamsudin yang dikenal dengan sebutan Surya Alam, sehingga nama wilayah itu
Kajen dari kata “Kaji Ijen”. Beliau mendapat kepercayaan dari H. Syamsudin
untuk ditempati dan mengolah daerah tersebut menjadi Desa yang dapat mengenal
Agama Islam.
Selain belajar dan
meperdalam Ilmu Pengetahuan agama dengan bersungguh-sungguh, ia juga belajar
melatih jiwa dalam mengendalikan hawa nafsu, beliau pernah melatih dengan
puasa, disaat mau buka puasa, beliau memasak yang paling lezat. Kemudian beliau
mengikat diri dan tangannya pada tiang rumah. Masakan yang tersaji di maja
makan hanya ia pandangi saja. Beliau mau menguji tingkat kesabaran hatinya.
Namun yang keluar kedua ekor anjing.[4] Yang bernama Abdul Qohar dan Qumarudin
sebagai lambang nafsu yang keluar dari diri manusia. Kuda mahluk tersebut
memakan habis hidangan yang berada di meja makan. Pemberian nama pada kedua
anjing tersebut seperti nama seorang penghulu dan khotib Tuban.
Pada suatu hari
beliau kedatangan tamu, yang kebetulan saat itu Syeh Ahmad Mutamakin mendapat
satu makanan yang hanya berisikan ikan asin kering. Kemudian tamu itu diajak
makan bersama, namun si Tamu melahap habis nasi sama ikan kering tersebut. Tamu
tersebut marah dan mau naik pitam ketika Syeh Ahmad Mutamakin bilang bahwa
anjing mereka saja tidak suka sama Ikan kering. Hal tersebut sangat
menghinanya, maka dia menyebarkan isyu kepada para ulama-ulama se jawa.
Selebaran-selebaran
tersebut mengatakan bahwa Syeh Ahmad Mutamakin sebagai seorang Muslim senjati
telah memelihara anjing dan memeberi nama anjing tersebut dengan nama orang
seperti Qomarudin dan Abdul Qohar, selain itu Beliau gemar melihat dan mendengarkan
wayang dengan cerita Bima Suci dan Dewa Ruci.
Pihak keraton
mendengar berita tersebut, sehingga ia mengutus seorang ulama bernama Ki Kedung
Gede untuk menguji kebenaran tersebut sebelum Keraton memanggil dengan surat
teguran atau panggilan dari pihak keraton. Syeh Ahmad Muthamakin tahu maksud
hati dari tamu tersebut. Sehingga Syeh Ahmad Mutamakin bahwa beliau belum tahu
huruf alif sekalipun, Ki Kedung Gede semakin Gusar, karena maksud yang ada
dalam pikirannya telah tertebak dengan benar oleh Syeh Ahmad Mutamakin.
Selebaran yang
telah beredar di seluruh ulama Jawa, ulama-ulama tersebut mendesak kepada pihak
keraton untuk mengadakan sidang pengadilan terhadap Syeh Ahmad Mutamakin yang
telah keliru dalam pemahaman terhadap Agama Islam. Mereka kuatir bila hal ini
tidak diatasi akan berdapak buruk pada penyebaran Agama Islam di pulau Jawa.
Persidangan
terhadap Syeh Ahmad Mutamakin dihadiri oleh ulama seluruh jawa. Seperti Khotib
Anom dari Kudus, Ki Witono dari Surabaya, Ki Busu dari Gresik. Dan ulama-ulama
lainnya. Mereka sepakat menyidangkan Syeh Ahmad Mutamakin pada persidangan
kartosuro. Selanjutnya tuntutan terhadap beliau dibacakan oleh Patih Danurejo,
setelah mereka membacakan tuntutan-tuntutan tersebut. Patih menyuruh anak
buahnya segera mengutus dua orang sebagai duta tugas kepada Syeh Ahmad
Mutamakin.
Undangan yang
hadir banyak sekali merka ingin menyaksikan Sidang Pengadilan Syeh Ahmad
Mutamakin. Dalam persidangan tersebut terjadi dua kelompok yang satu membela
mati-matian Syeh Ahmad Mutamakin sedangkan kelompok yang satu menentang keras
apa yang pernah dilakukan oleh Syeh Ahmad Mutamakin.
Dalam persidangan tersebut yang paling
menonjol dalam adu argumentasi adalah Khotib Anom Kudus, Patih Danurejo, dan
utusan Demang Irawan yang merupakan utusan yang ditugaskan oleh Raja untuk
mengawasi persidanganSyeh Ahmad Mutamakin.
Persidangan
menjadi a lot, karena pihak penuntut menghendaki Syeh Ahmad Mutamakin dihukum
pancung, karena telah melanggar syareat Agama, sedangkan kelompok yang satu
membela matia-matian Syeh Ahmad Mutamakin. Akhirnya sidang ditunda sampai
besuk. Karena bukti-bukti yang mengarah untuk dijadikan bukti untuk memvonis
belum ada.
Raja Kartosuro
memanggil Demang Irawan untuk mengetahui hasilnya dan kondisi terakhir
persidangan tersebut. Atas saran Demang Irawan, Raja ingin memanggil Syeh Ahmad
Mutamakin langsung empat mata. Raja bermimpi tentang sebidang petak sawah yang
sebagian ditanami, sebagian menguning, sebagian Ketam. Mimpi tersebut selalu
menghantui pikirannya, akhirnya Syeh Ahmad Mutamakin disuruh menafsirkan mimpi
sang Raja. Syeh Ahmad Mutamakin menafsirkan mimpi Raja, bahwa Syeh Ahmad
Mutamakin dapat bebas dari tuntutan pengadilan.
Setelah peristiwa
tersebut, paduka Raja memrintahkan kepada Patih Danurejo untuk segera
membebaskan Syeh Ahmad Mutamakin. Namun hal ini masih ada ulama seperti Khotib
Anom yang masih keberatan akan keputusan raja tentang vonis bebas Syeh Ahmad
Mutamakin. Mereka berhadapan dengan ulama uang membela Syeh Ahmad Mutamakin
seperti Ki Kedung Gede.
Akhirnya Syeh
Ahmad Mutamakin dan Khotib Anom dipanggil menghadap keraton. Tentang perbedaan
pendapat yang tidak ada habis-habisnya. Dan diadakan tafsir Serat Dewa Ruci dan
Bimo Suci diantara keduanya. Syeh Ahmad Mutamakin menerjemahkan serat tersebut
dan mempraktekaan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan Khotib Anom kesulitan
dalam memaknai atau tafsir mimpi Dewa Ruci/Bima Suci. Akhirnya Khotib Anom
mengakui kepandaian, dan kearifan Syeh Ahmad Mutamakin.
Syeh Ahmad
Mutamakin berhasil lolos dari hukuman pancung. Bahkan beliau mendapat bumi
perdikan kajen. Yaitu daerah yang bebas pajak negara. Beliau diberikan
kebebasan dalam menyebarkan Agama yang harus sesuai dengan kridor Islam. Syeh
Ahmad Mutamakin memiliki murid-murid besar seperti Kyai /Syeh Ronggo
Kusumo,Kyai Mizan, R. Sholeh dan murid-murid lainnya yang tersebar dimana-mana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar