Menjadi suami dan bapak ideal dalam rumah tangga? Tentu ini dambaan
setiap lelaki, khususnya yang beriman kepada Allah Ta’ala dan hari
akhir. Dan tentu saja ini tidak mudah kecuali bagi orang-orang yang dimudahkan
oleh Allah Ta’ala. Sosok kepala rumah tangga ideal yang sejati, Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam pernah bersabda:
«خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى»
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik (dalam bergaul)
dengan keluarganya dan aku adalah orang yang paling baik (dalam bergaul) dengan
keluargaku”.
Karena kalau bukan kepada anggota keluarganya seseorang berbuat baik,
maka kepada siapa lagi dia akan berbuat baik? Bukankah mereka yang paling
berhak mendapatkan kebaikan dan kasih sayang dari suami dan bapak mereka karena
kelemahan dan ketergantungan mereka kepadanya?. Kalau bukan kepada orang-orang
yang terdekat dan dicintainya seorang kepala rumah tangga bersabar menghadapi
perlakuan buruk, maka kepada siapa lagi dia bersabar?.
Imam al-Munawi berkata: “Dalam hadits ini terdapat argumentasi yang
menunjukkan (wajibnya) bergaul dengan baik terhadap istri dan anak-anak,
terlebih lagi anak-anak perempuan, (dengan) bersabar menghadapi perlakuan
buruk, akhlak kurang sopan dan kelemahan akal mereka, serta (berusaha selalu)
menyayangi mereka”.
Potret Kepala Keluarga Ideal dalam Al-Qur-an
Allah Ta’ala menggambarkan sosok dan sifat kepala keluarga ideal
dalam beberapa ayat al-Qur-an, di antaranya dalam firman-Nya:
{الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ
عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ}
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena
Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari
harta mereka” (QS an-Nisaa’: 34).
Inilah sosok suami ideal, dialah lelaki yang mampu menjadi pemimpin
dalam arti yang sebenarnya bagi istri dan anak-anaknya. Memimpin mereka artinya
mengatur urusan mereka, memberikan nafkah untuk kebutuhan hidup mereka,
mendidik dan membimbing mereka dalam kebaikan, dengan memerintahkan mereka
menunaikan kewajiban-kewajiban dalam agama dan melarang mereka dari hal-hal
yang diharamkan dalam Islam, serta meluruskan penyimpangan yang ada pada diri
mereka.
Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman:
{وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِسْمَاعِيلَ إِنَّهُ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ
رَسُولا نَبِيًّا. وَكَانَ يَأْمُرُ أَهْلَهُ بِالصَّلاةِ وَالزَّكَاةِ وَكَانَ عِنْدَ
رَبِّهِ مَرْضِيًّا}
“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang
tersebut) di dalam al-Qur’an. Sesungguhnya dia adalah seorang yang benar janjinya,
dan dia adalah seorang rasul dan nabi. Dan dia (selalu) memerintahkan kepada
keluarganya untuk (menunaikan) shalat dan (membayar) zakat, dan dia adalah
seorang yang di ridhoi di sisi Allah” (QS Maryam: 54-55).
Inilah potret hamba yang mulia dan kepala rumah tangga ideal, Nabi
Ismail ‘alaihissalam, sempurna imannya kepada Allah, shaleh dan kuat
dalam menunaikan ketaatan kepada-Nya, sehingga beliau ‘alaihissalam meraih
keridhaan-Nya. Tidak cukup sampai di situ, beliau ‘alaihissalam juga
selalu membimbing dan memotivasi anggota keluarganya untuk taat kepada Allah,
karena mereka yang paling pertama berhak mendapatkan bimbingannya.
Demukian
pula dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman:
{وَالَّذِينَ
يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ
وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا}
“Dan
orang-orang yang berkata: “Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami
isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk hati (kami), dan
jadikanlah kami imam (panutan) bagi orang-orang yang bertakwa” (QS
al-Furqaan: 74).
Dalam
ayat ini Allah Ta’ala memuji hamba-hamba-Nya yang beriman karena mereka
selalu mendokan dan mengusahakan kebaikan dalam agama bagi anak-anak dan
istri-istri mereka. Inilah makna “qurratul ‘ain” (penyejuk hati) bagi
orang-orang yang beriman di dunia dan akhirat. Imam
Hasan al-Bashri ketika ditanya tentang makna ayat di atas, beliau berkata:
“Allah akan memperlihatkan kepada hambanya yang beriman pada diri istri,
saudara dan orang-orang yang dicintainya ketaatan (mereka) kepada Allah. Demi
Allah, tidak ada sesuatupun yang lebih menyejukkan pandangan mata (hati)
seorang muslim dari pada ketika dia melihat anak, cucu, saudara dan orang-orang
yang dicintainya taat kepada Allah Ta’ala”.
Beberapa Sifat Kepala Rumah Tangga Ideal
1.
Shalih dan Taat Beribadah
Keshalehan dan ketakwaan seorang hamba adalah ukuran kemuliaannya di sisi
Allah Ta’ala, sebagaimana dalam firman-Nya:
{إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ}
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di
sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu” (QS
al-Hujuraat: 13).
Seorang kepala rumah tangga yang selalu taat
kepada Allah Ta’ala akan dimudahkan segala urusannya, baik yang
berhubungan dengan dirinya sendiri maupun yang berhubungan dengan anggota
keluarganya. Allah Ta’ala berfirman:
{وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجاً.
وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ}
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah
niscaya Dia akan memberikan baginya jalan keluar (dalam semua masalah yang
dihadapinya), dan memberinya rezki dari arah yang tidak disangka-sangkanya”
(QS. ath-Thalaaq:2-3).
Dalam ayat berikutnya
Allah berfirman:
{وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْراً}
“Barangsiapa yang
bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya kemudahan dalam
(semua) urusannya” (QS. ath-Thalaaq:4).
Artinya: Allah Ta’ala
akan meringankan dan memudahkan (semua) urusannya, serta menjadikan baginya
jalan keluar dan solusi yang segera (menyelesaikan masalah yang dihadapinya). Bahkan dengan
ketakwaan seorang kepala rumah tangga, dengan menjaga batasan-batasan
syariat-Nya, Allah Ta’ala akan memudahkan penjagaan dan
taufik-Nya untuk dirinya dan keluarganya, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam:
“Jagalah
(batasan-batasan/syariat) Allah maka Dia akan menjagamu, jagalah
(batasan-batasan/syariat) Allah maka kamu akan mendapati-Nya dihadapanmu”.
Makna “menjaga
(batasan-batasan/syariat) Allah” adalah menunaikan hak-hak-Nya dengan
selalu beribadah kepada-Nya, serta menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya. Dan makna “kamu akan mendapati-Nya dihadapanmu”: Dia akan
selalu bersamamu dengan selalu memberi pertolongan dan taufik-Nya kepadamu. Penjagaan Allah Ta’ala dalam
hadits ini juga mencakup penjagaan terhadap anggota keluarga hamba yang
bertakwa tersebut.
2.
Bertanggung Jawab Memberi Nafkah Untuk Keluarga
Menafkahi keluarga
dengan benar adalah salah satu kewajiban utama seorang kepala keluarga dan
dengan inilah di antaranya dia disebut pemimpin bagi anggota keluarganya. Allah
Ta’ala berfirman:
{الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ}
“Kaum laki-laki
itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allah telah melebihkan
sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (perempuan), dan karena
mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka” (QS
an-Nisaa’: 34).
Dalam ayat lain,
Allah Ta’ala berfirman:
{وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ}
“Dan kewajiban
ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf” (QS
al-Baqarah: 233).
Dalam hadits yang
shahih, ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “rditanya tentang hak seorang istri atas suaminya,
beliau Hendaknya dia memberi (nafkah untuk) makanan bagi istrinya
sebagaimana yang dimakannya, memberi (nafkah untuk) pakaian baginya sebagaimana
yang dipakainya, tidak memukul wajahnya, tidak mendokan keburukan baginya
(mencelanya), dan tidak memboikotnya kecuali di dalam rumah (saja)”.
Tentu saja maksud
pemberian nafkah di sini adalah yang mencukupi dan sesuai dengan kebutuhan,
tidak berlebihan dan tidak kurang. Karena termasuk sifat hamba-hamba Allah Ta’ala
yang bertakwa adalah mereka selalu mengatur pengeluaran harta mereka agar tidak
terlalu boros adan tidak juga kikir. Allah Ta’ala berfirman:
{وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا}
“Dan (hamba-hamba
Allah yang beriman adalah) orang-orang yang apabila mereka membelanjakan
(harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah
(pembelanjaan mereka) di tengah-tengah antara yang demikian” (QS
al-Furqaan:67).
Artinya: mereka tidak
mubazir (berlebihan) dalam membelanjakan harta sehingga melebihi kebutuhan, dan
(bersamaan dengan itu) mereka juga tidak kikir terhadap keluarga mereka
sehingga kurang dalam (menunaikan) hak-hak mereka dan tidak mencukupi
(keperluan) mereka, tetapi mereka (bersikap) adil (seimbang) dan moderat (dalam
pengeluaran), dan sebaik-baik perkara adalah yang moderat (pertengahan).
Ini semua mereka
lakukan bukan karena cinta yang berlebihan kepada harta, tapi kerena mereka
takut akan pertanggungjawaban harta tersebut di hadapan Allah Ta’ala di
hari kiamat kelak. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Tidak
akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai dia
ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang umurnya kemana dihabiskannya,
tentang ilmunya bagaimana dia mengamalkannya, tentang hartanya; dari mana
diperolehnya dan ke mana dibelanjakannya, serta tentang tubuhnya untuk
apa digunakannya”.
3.
Memperhatikan Pendidikan Agama Bagi Keluarga
Ini adalah kewajiban
utama seorang kepala rumah tangga terhadap anggota keluarganya. Allah Ta’ala
berfirman:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ}
“Hai orang-orang
yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu” (QS at-Tahriim:6).
Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu,
ketika menafsirkan ayat di atas, beliau berkata: “(Maknanya): Ajarkanlah
kebaikan untuk dirimu sendiri dan keluargamu”. Syaikh Abdurrahman
as-Sa’di berkata: “Memelihara diri (dari api neraka) adalah dengan mewajibkan
bagi diri sendiri untuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya,
serta bertobat dari semua perbuatan yang menyebabkan kemurkaan dan siksa-Nya.
Adapun memelihara istri dan anak-anak (dari api neraka) adalah dengan mendidik
dan mengajarkan kepada mereka (syariat Islam), serta memaksa mereka untuk
(melaksanakan) perintah Allah. Maka seorang hamba tidak akan selamat (dari
siksaan neraka) kecuali jika dia (benar-benar) melaksanakan perintah Allah
(dalam ayat ini) pada dirinya sendiri dan pada orang-orang yang dibawa
kekuasaan dan tanggung jawabnya”. Dalam sebuah hadits
shahih, ketika shahabat yang mulia, Malik bin al-Huwairits radhiallahu’anhu dan
kaumnya mengunjungi Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam selama dua
puluh hari untuk mempelajari al-Qur-an dan sunnah beliau, kemudian Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda kepada mereka: “Pulanglah kepada keluargamu,
tinggallah bersama mereka dan ajarkanlah (petunjuk Allah Ta’ala) kepada mereka”.
4.
Pembimbing dan Motivator
Seorang kepala keluarga adalah pemimpin dalam rumah tangganya, ini berarti dialah yang bertanggung jawab atas semua kebaikan dan keburukan dalam rumah tangganya dan dialah yang punya kekuasaan, dengan izin Allah Ta’ala, untuk membimbing dan memotivasi anggota keluarganya dalam kebaikan dan ketaatan kepada Allah Ta’ala. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Ketahuilah, kalian semua adalah pemimpin dan kalian semua akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang dipimpinnya…seorang suami adalah pemimpin (keluarganya) dan dia akan dimintai pertanggungjawaban tentang mereka”. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mencontohkan sebaik-baik teladan sebagai pembimbing dan motivator. Dalam banyak hadits yang shahih, beliau Shallallahu’alaihi Wasallam selalu memberikan bimbingan yang baik kepada orang-orang yang berbuat salah, sampaipun kepada anak yang masih kecil.
Beliau Shallallahu’alaihi
Wasallam pernah melihat seorang anak kecil yang berlaku kurang sopan
ketika makan, maka beliau Shallallahu’alaihi Wasallam menegur dan
membimbing anak tersebut, beliau Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Wahai anak kecil, sebutlah nama Allah (ketika hendak makan), makanlah
dengan tangan kananmu dan makanlah (makanan) yang ada di depanmu”. Dalam hadits lain,
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah melarang cucu beliau,
Hasan bin ‘Ali radhiallahu’anhu memakan kurma sedekah, padahal
waktu itu Hasan masih kecil, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
bersabda: “Hekh hekh” agar Hasan membuang kurma tersebut, kemudian
beliau Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Apakah kamu tidak
mengetahui bahwa kita (Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan keturunannya)
tidak boleh memakan sedekah?”. Imam Ibnu Hajar
menyebutkan di antara kandungan hadits ini adalah bolehnya membawa anak kecil
ke mesjid dan mendidik mereka dengan adab yang bermanfaat (bagi mereka), serta
melarang mereka melakukan sesuatu yang membahayakan mereka sendiri, (yaitu
dengan) melakukan hal-hal yang diharamkan (dalam agama), meskipun anak kecil
belum dibebani kewajiban syariat, agar mereka terlatih melakukan kebaikan
tersebut.
Memotivasi anggota
keluarga dalam kebaikan juga dilakukan dengan mencontohkan dan mengajak anggota
keluarga mengerjakan amal-amal kebaikan yang disyariatkan dalam Islam. Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda: “Semoga Allah merahmati seorang laki-laki yang bangun
di malam hari lalu dia melaksanakan shalat (malam), kemudian dia membangunkan
istrinya, kalau istrinya enggan maka dia akan memercikkan air pada wajahnya…”.
Teladan baik yang
dicontohkan seorang kepala keluarga kepada anggota keluarganya merupakan sebab,
setelah taufik dari Allah Ta’ala untuk memudahkan mereka menerima
nasehat dan bimbingannya. Sebaliknya, contoh buruk yang ditampilkannya
merupakan sebab besar jatuhnya wibawanya di mata mereka. Imam Ibnul Jauzi
membawakan sebuah ucapan seorang ulama salaf yang terkenal, Ibrahim al-Harbi.
Dari Muqatil bin Muhammad al-’Ataki, beliau berkata: Aku pernah hadir bersama
ayah dan saudaraku menemui Abu Ishak Ibrahim al-Harbi, maka beliau bertanya
kepada ayahku: “Mereka ini anak-anakmu?”. Ayahku menjawab: “Iya”. (Maka) beliau
berkata (kepada ayahku): “Hati-hatilah! Jangan sampai mereka melihatmu
melanggar larangan Allah, sehingga (wibawamu) jatuh di mata mereka”.
5. Bersikap Baik dan
Sabar dalam Menghadapi Perlakuan Buruk Anggota Keluarganya
Seorang pemimpin
keluarga yang bijak tentu mampu memaklumi kekurangan dan kelemahan yang ada
pada anggota keluarganya, kemudian bersabar dalam menghadapi dan meluruskannya.
Ini termasuk
pergaulan baik terhadap keluarga yang diperintahkan dalam firman Allah Ta’ala:
{وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا}
“Dan bergaullah
dengan mereka secara patut. Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka, (maka
bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah
menjadikan padanya kebaikan yang banyak” (QS an-Nisaa’: 19).
Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda: “Berwasiatlah untuk berbuat baik kepada kaum wanita,
karena sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk (yang bengkok), dan
bagian yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah yang paling atas, maka jika
kamu meluruskannya (berarti) kamu mematahkannya, dan kalau kamu membiarkannya
maka dia akan terus bemgkok, maka berwasiatlah (untuk berbuat baik) kepada kaum
wanita”. Seorang istri
bagaimanapun baik sifat asalnya, tetap saja dia adalah seorang perempuan yang
lemah dan asalnya susah untuk diluruskan, karena diciptakan dari tulang rusuk
yang bengkok, ditambah lagi dengan kekurangan pada akalnya. Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:
“إن المرأة خلقت من ضلع لن تستقيم لك على طريقة”
“Sesungguhnya
perempuan diciptakan dari tulang rusuk (yang bengkok), (sehingga) dia tidak
bisa terus-menerus (dalam keadaan) lurus jalan (hidup)nya”.
Dalam hadits lain
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menyifati perempuan sebagai:
“…ناقصات عقل ودين”
“…Orang-orang yang
kurang (lemah) akal dan agamanya”.
Maka seorang istri
yang demikian keadaannya tentu sangat membutuhkan bimbingan dan pengarahan dari
seorang laki-laki yang memiliki akal, kekuatan, kesabaran, dan keteguhan
pendirian yang melebihi perempuan. Oleh karena itulah, Allah Ta’ala
menjadikan kaum laki-laki sebagai pemimpin dan penegak urusan kaum perempuan. Seorang laki-laki
yang beriman tentu akan selalu menggunakan pertimbangan akal sehatnya ketika
menghadapi perlakuan kurang baik dari orang lain, untuk kemudian dia berusaha
menasehati dan meluruskannya dengan cara yang baik dan bijak, terlebih lagi
jika orang tersebut adalah orang yang terdekat dengannya, yaitu istri dan
anak-anaknya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Janganlah
seorang lelaki beriman membenci seorang wanita beriman, kalau dia tidak
menyukai satu akhlaknya, maka dia akan meridhai/menyukai akhlaknya yang lain”.
6.
Selalu Mendoakan Kebaikan Bagi Anak dan Istrinya
Termasuk sifat
hamba-hamba Allah Ta’ala yang beriman adalah selalu mendoakan kebaikan
bagi dirinya dan anggota keluarganya. Allah Ta’ala berfirman:
{وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا}
“Dan orang-orang
yang berkata: “Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan
keturunan kami sebagai penyejuk hati (kami), dan jadikanlah kami imam (panutan)
bagi orang-orang yang bertakwa” (QS al-Furqaan: 74).
Dalam hadits yang
shahih, ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menjelaskan
tentang kewajiban seorang suami terhadap istrinya, diantaranya: “… Dan tidak
mendokan keburukan baginya”.Maka kepala keluarga
yang ideal tentu akan selalu mengusahakan dan mendoakan kebaikan bagi anggota
keluarganya, istri dan anak-anaknya, bahkan inilah yang menjadi sebab
terhiburnya hatinya, yaitu ketika menyaksikan orang-orang yang dicintainya
selalu menunaikan ketaatan kepada Allah Ta’ala.
Demikianlah, semoga
tulisan ini bermanfaat dan menjadi motivasi bagi orang-orang yang beriman,
khusunya para kepala keluarga, untuk menghiasi dirinya dengan akhlak yang
terpuji ini, untuk menjadikan mereka meraih kemuliaan dan kebahagiaan sejati di
dunia dan akhirat bersama anggota keluarga mereka, dengan taufik dari Allah Ta’ala.
Santo (GCSA) Rimbo Ulu, 21 Mei 2020
Masyaallah semoga bisa rukunn selalu bersama keluarga kk
BalasHapusmantap kak
BalasHapus