BARANG SIAPA SUNGGUH-SUNGGUH MENCARI ILMU, ALLAH AKAN
MEMUDAHKAN JALAN MENUJU KESUKSESAN
Rimbo Ulu, 2 Juli 2020
Susanto - Gus Cokro
BARANG SIAPA SUNGGUH-SUNGGUH MENCARI ILMU, ALLAH AKAN
MEMUDAHKAN JALAN MENUJU KESUKSESAN
Setiap orang yang hidup di atas bumi
menginginkan hidupnya selalu sukses. Hanya sedikit yang mampu mencapainya.
Kebanyakan belum mencapai level tersebut. Jika demikian, ada satu pertanyaan
besar, mengapa orang yang menginginkan kesuksesan belum kunjung juga
mendapatkanya? Untuk pertanyaan ini, Nabi Muhammad SAW sudah memberikan
jawabannya.
Rasulullah SAW mengatakan, “Man
salaka thariqan yaltamisu fihi ilman sahhalallahu lahu thariqan ilal jannah (Barangsiapa
berjalan (keluar) mencari ilmu, sesungguhnya Allah akan mempermudah baginya
jalan menuju surga)." (Hadis riwayat Ibnu Majah dan Abu Dawud)
Hadis itu menguraikan,
Rasulullah menyebut seseorang yang sedang berjalan untuk menuntut ilmu dengan
kata “salaka”. Padahal, berjalan dalam bahasa Arab tidak hanya “salaka”, masih
ada kata “masya”, “sara”, “safara”, atau “dzahaba”.
Pertanyaannya, mengapa kata
“salaka” yang dipilih Nabi, bukan selainnya. Rupanya, kata-kata selain “salaka”
hanya mempunyai arti utama berjalan. Perjalannya, terkadang, hanya untuk mencari
kesenangan belaka. Mungkin, pembaca pernah mendengar, orang yang berjalan untuk
mencari hiburan disebut dengan “tamasya”. Kata tersebut berasal dari kata
“masya”.
Jika Nabi menggunakan kata
ini, niscaya orang yang menuntut ilmu ini hanya akan mencari kesenangan belaka.
Padahal, perjalanan mencari ilmu bukanlah untuk mencari kesenangan.
“Salaka” bermakna orang
yang berjalan dengan tegap dan cepat serta dengan pandangan fokus ke tujuan
yang diimpikan. Dalam hal menuntut ilmu, Nabi menginginkan agar “thalib al-ilm”
benar-benar berjalan dengan tegap dan cepat, bukan berjalan dengan
berleha-leha, apalagi merangkak. Jika ia tidak fokus, ia akan berhenti di
tengah perjalanan, bahkan akan kembali ke rumah-jika ada hambatan yang
mengadang.
Dengan
berjalan tegap dan cepat, dia sekarang berada di tengah-tengah perjalanan. Nabi
mengingatkan orang ini agar perjalanannya diiringi dengan “yaltamisu”,
berpegang (memegang). Dalam hal ini pula, Nabi menggunakan kata “yaltamisu”,
bukan “yumsiku” atau “qabadha”.
Jika
“Yumsiku” yang digunakan oleh Nabi maka orang ini hanya akan sekadar memegang.
Sementara, “yaltamisu” memiliki makna memegang erat-erat atau kuat-kuat. Bak
orang yang hendak hampir jatuh ke jurang, orang ini akan memegangi ranting
dengan kuat. Jika tidak, pasti ia akan jatuh ke dalam jurang.
Begitu
juga dengan orang yang menuntut ilmu. Ketika sudah berada di tengah-tengah
perjalanan (salaka), ia juga berpegang kuat-kuat. Dalam konteks ini, dia harus
memegang kuat niat yang ada di dalam jiwanya. Dia pun tidak akan berhenti di
tengah jalan meski diadang seribu halangan.
Kata
kunci selanjutnya dalam hadis Nabi di atas ialah “jannah” yang berarti surga.
Surga merupakan gambaran dari suatu tempat yang di dalamnya penuh kenikmatan.
Tiap orang yang menikmati fasilitasnya, tidak perlu lagi bekerja. Semua hal
yang diinginkan sudah disediakan di dalamnya.
Surga
dengan gambaran demikian baru bisa dinikmati oleh seseorang ketika sudah
meninggal dunia. Lantas, apakah surga seperti itu
jadi jaminan bagi penuntut ilmu? Nabi SAW sadar, penuntut ilmu hidup di atas
bumi. Dia menginginkan kehidupannya mapan dan tercukupi segala kebutuhannya.
Oleh
karenanya, surga (jannah) dalam hadis di atas hanya merupakan simbol.
"Jannah” di atas bermakna kesuksesan. Orang yang sudah sukses, hidupnya
penuh dengan kenikmatan. Segala kebutuhan hidupnya terpenuhi dengan baik.
Dengan demikian, makna dari hadis Nabi di atas ialah, “Barang siapa yang mengadakan perjalanan dengan sungguh-sungguh untuk mencari ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan untuk menuju kesuksesan.” Inilah jaminan kepada siapa saja yang sudah berilmu, hidupnya akan sukses. Tidaklah mungkin orang tersebut akan sengsara. Wallahu A’lam.
@Blogermahasiswa @BlogermahasiswaIndonesia @MenulisSerempak @SusantoTan @GusCokro
Tidak ada komentar:
Posting Komentar