Kehidupan umat manusia, secara materi, sekarang sudah mencapi tarap yang
sangat hebat. Manusia merasakan berbagai kenikmatan hidup dan melihat berbagai
macam keindahan hasil karya mereka. Walau demikian, dalam kehidupan yang maju
secara meteri ini, bukan berarti mereka lebih bahagia dibanding orang-orang
yang hidup sebelum mereka. Bukan berarti mereka lebih bisa menikmati hidup,
lebih merasa aman, dan lapang dada. Apa sebab semua itu? Karena mereka
kehilangan sesuatu yang sangat berharga dan paling penting, yang menjadi inti
dari hidup ini, yaitu barakah. Apa manfaat usaha yang kosong dari barakah? Umur
yang kosong dari barakah? Ilmu yang tak bermanfaat? Makanan dan minuman yang
tidak menjadi daging dan tidak menghilangkan lapar?
Sesungguhnya berkah/barakah bukan dengan
banyaknya harta ataupun kedudukan terhormat, tidak pula dengan anak atau ilmu
pengetahuan yang bersifat duniawi. Tetapi berkah itu adalah sesuatu yang
dirasakan oleh jiwa berupa pikiran yang jernih, hati yang damai dan tentram,
hidup yang bahagia, gembira, dan merasa cukup dengan pembagian Allah, dan
menerima semua takdir-Nya.
Sementara umur yang berkah adalah umur yang
dihabiskan untuk mengerjakan kebaikan-kebaikan dan amal shalih. Adapun ilmu
yang berkah adalah ilmu yang bermanfaat untuk orang lain, diajarkan, diamalkan,
dan disampaikan kepada yang lain.
Kalau kita teliti dari Kitabullah dan sunnah
Rasul-Nya, akan kita dapati bahwa keberkahan itu ada pada rizki, umur, anak,
dan harta.
. . . berkah itu adalah sesuatu yang dirasakan
oleh jiwa berupa pikiran yang jernih, hati yang damai dan tentram, hidup yang
bahagia, gembira, dan merasa cukup dengan pembagian Allah, dan menerima semua
takdir-Nya. . .
Sesungguhnya rizki itu memiliki jalan untuk
menjadi rizki yang diberkahi. Di antaranya yang paling utama adalah dengan
mencarinya (bekerja). Saat mencarinya, harus dimintakan kepada pemilik rizki
yang sesungguhnya, yakni Allah Ta'ala.
فَابْتَغُوا عِنْدَ اللَّهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوهُ وَاشْكُرُوا لَهُ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
"Maka mintalah rezeki itu di sisi Allah,
dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nya lah kamu akan
dikembalikan." (QS. Al-Ankabut: 17)
فَإِذَا قُضِيَتْ الصَّلاةُ فَانتَشِرُوا فِي الأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيراً لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Apabila telah ditunaikan shalat, maka
bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah
banyak-banyak supaya kamu beruntung." (QS. Al-Jumu'ah: 10)
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam juga
memerintahkn mencari rizki dan menganjurkan untuk bekerja. Beliau Shallallahu
'Alaihi Wasallam bersabda –saat ditanya tentang pekerjaan yang paling
utama-:
عَمَلُ الرَّجُلُ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُوْرٍ
“Pekerjaan seseorang yang dilakukan dengan
tangannya sendiri dan setiap perdagangan yang baik.” (Hadits shahih li
ghairihi. Riwayat al-Bazzar, sebagaimana dalam Kasyful Astar: 2/83/1257, dari
Rifa’ah bin Rafi’)
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
juga memberitahu, bekerja dan mencari rizki adalah akhlak para nabi secara
keseluruhan. "Tidaklah Allah mengutus seorang nabi, kacuali ia pasti
mengembala kambing.” Para shahabat lantas bertanya: “Apakah engkau juga
demikian, ya Rasulullah?” Beliau menjawab: “Aku menggembalakan kambing
milik penduduk Makkah dan menerima upah beberapa qirath (1 qirath = 4/6
dinar).” (HR Bukhari, no. 2262)
Mencari rizki dan bekerja disyariatkan. Tetapi
seorang muslim dalam kerja dan usahanya tetap bersandar dan bertawakkal kepada
Tuhannya. Ia sangat yakin, dirinya tak akan mendapat rizki kecuali apa yang
sudah Allah bagi untuknya. Rizki yang sudah Allah tentukan untuknya pasti akan
diperolehnya dengan jalan apa itu yang tak seorangpun mampu untuk menahannya.
Hal ini sebagaimana bacaan zikir yang dituntunkan Nabi Shallallahu 'Alaihi
Wasallam sesudah shalat,
اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ
"Ya Allah, tidak ada yang bisa mencegah
apa yang Engkau berikan dan tidak ada yang bisa memberi apa yang Engkau cegah."
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Maka dia akan berusaha mencari rizki dengan
tetap bergantung kepada-Nya dan mengetahui bahwa Allah 'Azza wa Jalla
adalah Maha mengetahui dan Mahabijaksana,
"Sesungguhnya Allah telah mengadakan
ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (QS. Al-Thalaq: 3)
Sesungguhnya jatah rizki seperti jatah umur.
Tidak akan habis, jika belum sampai habis ajal. Sehingga kita tidak akan
terlalu bersedih dan berduka dalam kehidupan dunia ini. Walau harus tetap
berusaha dengan mempercayakan kepada Allah.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Wahai
manusia, bertakwalah kepada Allah dan perbaguslah dalam mencari rizki!
Ketahuilah, sesungguhnya seorang jiwa tidak akan mati kecuali telah sempurna
rizkinya. Maka bertakwalah kepada Allah dan perbaguslah dalam mencari rizki.
Ambil yang halal dan tinggalkan yang haram." (Disebutkan Al-Albani
dalam al-Silsilah al-Shahihah no. 2866)
Jika seorang muslim bercita-cita mendapatkan barakah dalam rizkinya, pasti
akan mendapatkan banyak jalan. Al-Qur'an dan al-Sunnah telah menerangkan hal
itu. Di antara sebab-sebabnya adalah:
·
Pertama, Takwa kepada Allah
merupakan sebab utama rizki diberkahi dan hidup menjadi tentram. Allah 'Azza
wa Jalla berfirman,
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ
"Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman
dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit
dan bumi." (QS. Al-A'raf: 96)
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَكَفَّرْنَا عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلَأَدْخَلْنَاهُمْ جَنَّاتِ النَّعِيمِ وَلَوْ أَنَّهُمْ أَقَامُوا التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِمْ مِنْ رَبِّهِمْ لَأَكَلُوا مِنْ فَوْقِهِمْ وَمِنْ تَحْتِ أَرْجُلِهِمْ
"Dan sekiranya Ahli Kitab beriman dan
bertakwa, tentulah Kami tutup (hapus) kesalahan-kesalahan mereka dan tentulah
Kami masukkan mereka ke dalam surga yang penuh kenikmatan. Dan sekiranya mereka
sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat, Injil dan (Al Qur'an) yang
diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan
dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka." (QS. Al-Maidah: 65-66)
Sangat jelas, barakah rizki itu didapat dengan
bertakwa kepada Allah.
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
"Barang siapa yang bertakwa kepada Allah
niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar.Dan memberinya rezeki dari
arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada
Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya." (QS. Al-Thalaq:
2-3)
Oleh sebab itu agar rizki diberkahi dalam
mencarinya harus dengan usaha yang dibenarkan syariat, bertawakkal kepada
Allah, yakin kepada-Nya, ridha dengan pembagian-Nya, dan meyakini dengan benar
bahwa Allah Mahabijaksana dan Maha mengetahui dalam kadar rizki dan kapan
diperolehnya. Disadari, semua itu terjadi dengan qadha' dan qadarnya. Maka apa
yang dikehendaki oleh-Nya, akan terjadi. Sebaliknya, yang tidak dikehendaki
oleh-Nya, juga tidak akan terjadi.
Agar rizki diberkahi: Dalam mencari rizki harus
dengan usaha yang dibenarkan syariat, bertawakkal kepada Allah, yakin
kepada-Nya, ridha dengan pembagian-Nya . . .
·
Kedua, memperbanyak
istighfar. Allah Ta'ala berfirman tentang petuah Nabi Nuh 'alaihis salam
kepada umatnya,
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا
"Maka aku katakan kepada mereka:
"Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha
Pengampun,niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat,dan
membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan
mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai"." (QS. Nuuh:
10-12)
Allah menerangkan tentang titah Nabi Hud kepada
kaumnya untuk istighfar, ia menjadi sebab bertambahnya kekuatan fisik dan
turunnya rizki,
وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَى قُوَّتِكُمْ وَلَا تَتَوَلَّوْا مُجْرِمِينَ
"Dan (Hud berkata): "Hai kaumku, mohonlah
ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan
yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu,
dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa"." (QS. Huud:
52)
Dalam hadits disebutkan,
مَنْ لَزِمَ الِاسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا وَمِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
"Siapa yang kontinyu beristighfar maka Allah
jadikan baginya jalan keluar dari setiap kesulitannya, kesudahan dari setiap
kesedihannya, dan memberinya rizki dari jalan yang tidak ia sangka."
(HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
·
Ketiga, membaca Al-Qur'an
dan mentadabburinya. Sebabnya, Allah telah jadikan Kitab-Nya sebagai sesuatu
yang diberkahi.
وَهَذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
"Dan Al Qur'an itu adalah kitab yang Kami
turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi
rahmat," (QS. Al-An'am: 155)
"Ini adalah sebuah kitab yang Kami
turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya
dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran."
(QS. Shaad: 29)
Al-Qur'an adalah barakah dalam membacanya. Siapa
membaca satu ayat, maka baginya dari setiap ayat satu kebaikan. Dan satu
kebaikan itu dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat. (HR. al-Tirmidzi)
Al-Qur'an membawa berkah dalam lantunannya,
mengamalkannya, menerapkan hukumnya, dan mencari keadilan padanya, bermoral
dengan ajaranya, dan berakhlak dengan akhlaknya.
. . . Al-Qur'an membawa berkah dalam
lantunannya, mengamalkannya, menerapkan hukumnya, dan mencari keadilan padanya,
bermoral dengan ajaranya, dan berakhlak dengan akhlaknya. . .
·
Keempat, Membaca doa saat
keluar rumah dan saat akan menyantap hidangan. Nabi Shallallahu 'Alaihi
Wasallam bersabda,
إِذَا دَخَلَ الرَّجُلُ بَيْتَهُ فَذَكَرَ اللَّهَ عِنْدَ دُخُولِهِ وَعِنْدَ طَعَامِهِ قَالَ الشَّيْطَانُ لَا مَبِيتَ لَكُمْ وَلَا عَشَاءَ
"Apabila seseorang memasuki rumahnya; ia
berzikir kepada Allah saat memasukinya dan saat makan, maka syetan berkata
kepada teman-temanya, 'tidak ada tempat dan makanan bagi kalian." (HR.
Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad) Allah menjaga rumah ini dari gangguan
syetan karena sebab zikirnya ketika akan makan dan saat memasukinya.
·
Keempat, menjaga shalat bisa
mejadi sebab turunnya barakah dan datangnya rizki, karena ia merupakan sebab
untuk kebaikan dunia dan akhirat. Allah 'Azza wa Jalla berfirman,
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى
"Dan perintahkanlah kepada keluargamu
mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta
rezeki kepadamu, Kami lah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik)
itu adalah bagi orang yang bertakwa." (QS. Thaahaa: 32)
·
Kelima, Bersyukur terhadap
nikmat-nikmat Allah dan mengakui karunia dan pemberian-Nya. Sesungguhnya rizki
yang kita peroleh, semuanya dari pemberian-Nya. Maka jika kita bersyukur dengan
hati, lisan, dan amal maka Allah akan memberkahi rizki kita. Allah 'Azza wa
Jalla berfirman,
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
"Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu
memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih"." (QS. Al-Ibrahim: 7)
. . . jika kita bersyukur dengan hati, lisan,
dan amal maka Allah akan memberkahi rizki kita. . .
·
Keenam, memperbanyak
shadaqah dan menjauhi praktek riba. Allah 'Azza wa Jalla berfirman,
يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ
"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan
sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan
selalu berbuat dosa." (QS. Al-Baqarah: 276)
·
Ketujuh, Yakin dan bersandar
kepada Allah di atas sebab yang diupayakan. Nabi Shallallahu 'Alaihi
Wasallam bersabda,
إِنَّ هَذَا الْمَالَ خَضِرٌ حُلْوٌ فَمَنْ أَخَذَهُ بِسَخَاوَةِ نَفْسٍ بُورِكَ لَهُ فِيهِ وَمَنْ أَخَذَهُ بِإِشْرَافِ نَفْسٍ لَمْ يُبَارَكْ لَهُ فِيهِ وَكَانَ كَالَّذِي يَأْكُلُ وَلَا يَشْبَعُ
"Sesungguhnya harta ini menyenangkan dan
nikmat. Siapa yang mengambilnya dengan kesederhanaan (tanpa meminta dan rakus),
maka diberkahi. Dan siapa yang mengambilnya dengan rakus, tidak akan diberkahi.
Dan keadaanya seperti orang yang makan, namun tak pernah merasa kenyang."
(Muttafaq 'alaih)
·
Kedelapan, hemat dan tidak
berlebihan (melampaui batas) dalam menikmati yang mubah. Allah 'Azza wa
Jalla berfirman,
وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا
"Dan janganlah kamu jadikan tanganmu
terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu
kamu menjadi tercela dan menyesal." (QS. Al-Isra': 29)
Allah berfirman dalam menyifati Ibadurrahman,
para wali-Nya:
وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا
"Dan orang-orang yang apabila membelanjakan
(harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan
itu) di tengah-tengah antara yang demikian." (QS. Al-Furqan: 67)
Allah sangat mencela orang yang menyia-nyiakan
harta dan menggunakannya dalam perkara haram. Dia Subhanahu wa Ta'ala
berfirman,
وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا
"Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan
(hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah
saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya."
(QS. Al-Isra': 26-27)
·
Kesembilan, bekerja di waktu
pagi hari, tidak tidur pagi kecuali karena sangat membutuhkan. Disebutkan dalam
satu atsar, "Diberkahi Umatku di waktu paginya."
Ibnu Abbas pernah melihat anaknya tidur pagi,
lalu beliau berkata kepadanya: "Bangunlah, apakah kamu (senang) tidur pada
saat dibagi rizki?" (Lihat: Mathalib Ulin Nuha: 1/62)
·
Kesepuluh, Jujur dalam
melakukan transaksi, tidak curang dan tidak pula khianat. Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
"Penjual dan pembeli berhak memilih selama
belum berpisah. Jika keduanya jujur dan menjelaskan, diberkahi jual beli
keduanya. Dan jika berbohong dan menutup-nutupi maka dihilangkan keberkahan
dalam jual beli mereka." (HR. Al-Bukhari, Muslim, dan lainnya)
Suatu hari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
pernah mengutus Urwah al-Bariqi untuk membeli seekor hewan kurban. Beliau
memberikan satu dinar kepadanya. Lalu ia masuk pasar dan membeli dua ekor hewan
kurban dengan satu dinar. Kamudian dia menjual salah satunya dengan harga satu
dinar. Lalu ia kembali kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dengan
membawa satu ekor hewan kurban dan satu dinar. Beliau menanyakan hal itu
kepadanya, "bagaimana bis begitu?" ia menjawab, "Saya membeli
dua ekor hewan kurban dengan satu dinar, lalu saya jual salah satunya dengan
harga satu dinar." Kemudian Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
bersabda kepadanya, "Semoga Allah memberkahimu kejujuranmu." Kalau
saja ia membeli segenggam tanah pasti diberkahi.
·
Kesebelas, qana'ah dan ridha
dengan pembagian Allah, tidak melihat kepada orang yang di atasnya. Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Sungguh telah beruntung orang
yang memeluk Islam, diberi rizki yang cukup, dan Allah menganugerahkan sifat
qanaah kepadanya terhadap pemberian-Nya." (HR. Ahmad)
Sesungguhnya harta yang diberkahi akan membawa kebaikan kepada
pemiliknya, tidak melalaikan dan tidak menipunya. Menikmatinya, akan menjadi
kekuatan yang mendorongnya untuk melakukan ketaatan, mendatangkan ketentraman
jiwa, kepuasan, dan kebahagiaan. Maka jangan hanya mengejar fisik materi. Tapi
carilah keberkahan di dalamnya. Karena harta yang tak berbarakah seperti sampah
yang tak mendatangkan manfaat bagi pemiliknya. Oleh sebab itu, penting sekali
kita memperhatikan sebab-sebab yang menjadikan harta menjadi barakah.
Susanto
Rimo Ulu, 21 Mei 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar